Selasa, 12 Juni 2018

Hubungan Ilmu Agama dan Ilmu Rasional menurut Ibnu Khaldun


HUBUNGAN ILMU AGAMA DAN ILMU RASIONAL DALAM PANDANGAN IBNU KHALDUN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Kesatuan Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. Ilyas Supena, M.Ag




Disusun Oleh :
Dina Maryana Dewi Astuti                 (1701016030)
Nur Aini Fitria                                    (1701016031)
Yuana                                                  (1701016032)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2018





BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ibnu Khaldun adalah pemikir dan ilmuwan muslim yang pemikirannya dianggap murni dan baru pada zamannya. Dalam karyanya yang berjudul “Muqaddimah” memberikan cukup banya dasar bagi lahirnya disiplin sosiologi. Menurut beliau dalam bukunya muqaddimah manusia pada dasarnya selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam mempertahankan hidupnya.
    Ibnu Khaldun adalah seorang cendekiawan muslim yang hidup pada masa kegelapan islam. Ia dipandang sebagai satu-satunya ilmuwan muslim yang masih kreatif menghidupkan khazanah intelektualisme islam pada periode pertengahan. Ibnu Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan historis dalam wacana keilmuan islam. Perintisan Ibnu Khaldun terhadap metode Historis yang murni ilmiah tidak pernah dianggap serius, bahkan terlupakan hingga ditampilkannya kembali karyanya , al-Muqaddimah pada abad ke-19.
    Dalam pandangan Gib, penyebab utama terjadinya pembekuan pemikiran dikalangan Muslim pada abad pertengahan disebabkan oleh kegagalan mereka menggunakan metode historis. Oleh karena itu sudah saatnya kaum Muslim melakukan rekontruksi intelektual untuk mengejar ketertinggalannya dari kaum lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa biografi Ibnu Khaldun?
2.      Apa klasifikasi Ilmu menurut Ibnu Khaldun?
3.      Bagaimana Hubungan Ilmu Agama dan Ilmu Rasional dalam pandangan Ibnu Khaldun?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Ibnu Khaldun
Abdurrahman bin Khaldun Al-Hadlrami dilahirkan di Tunis, pada tahun 1332 dan wafat di Kairo pada tahun 1406. Dan berasaldari keluarga keturunan Andalusia dari daerah Selatan Mesir, yang sebelumnya mendarat di Afrika Utara. Ayahnya seorang sastrawan yang bernama Abu Abdullah Muhammad yang wafat pada 749H/1349M akibat wabah pes yang melanda Afrika Utara.
Saat itu golongan islam adalah golongan Merinide di Maroko (1269-1420), golongan Hafside di Tunisia (1228-1574), golongan Nasride dari Granada (sampai 1492), golongan Mameluk di Mesir (1250-1517), kekaisaran Mongolia dari Timur Lenk (1331-1405). [1]
Ibnu Khaldun adalah pemikir dan ilmuwan muslim yang pemikirannya dianggap murni dan baru pada zamannya. Dalam karyanya yang berjudul “Muqaddimah” memberikan cukup banya dasar bagi lahirnya disiplin sosiologi. Menurut beliau dalam bukunya muqaddimah manusia pada dasarnya selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam mempertahankan hidupnya.
Ibnu Khaldun adalah seorang cendekiawan muslim yang hidup pada masa kegelapan islam. Ia dipandang sebagai satu-satunya ilmuwan muslim yang masih kreatif menghidupkan khazanah intelektualisme islam pada periode pertengahan. Ibnu Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan historis dalam wacana keilmuan islam. Perintisan Ibnu Khaldun terhadap metode Historis yang murni ilmiah tidak pernah dianggap serius, bahkan terlupakan hingga ditampilkannya kembali karyanya , al-Muqaddimah pada abad ke-19.
Dalam pandangan Gib, penyebab utama terjadinya pembekuan pemikiran dikalangan Muslim pada abad pertengahan disebabkan oleh kegagalan mereka menggunakan metode historis. Oleh karena itu sudah saatnya kaum Muslim melakukan rekontruksi intelektual untuk mengejar ketertinggalannya dari kaum lain.
Demikianlah Ibnu Khaldun sebagai seorang sejarawan perintis dari sosiologi, lima abad sebelum Auguste Comte sosiolog, ekonom, geografes, ilmuwan politik dan lain-lainnya.[2]

B.     Klasifikasi Ilmu Menurut Ibnu Khaldun
Beliau memilah ilmu menjadi dua macam yaitu :
1.      Ilmu Naqliyah
Ilmu berasarkan pada otoritas atau ada yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional, dan yang termasuk ilmu ini adalah ilmu al-Quran, hadis, tafsir, ilmu kalam tasawuf dan ta’bir al-ru’yah.
2.      Ilmu Aqliyah
Ilmu berdasarkan akal atau dalil rasional. Dan yang termasuk ilmu ini adalah filsafat (metafisika), matematika, dan fisika, dengan macam-macam pembagiannya.
      Ibnu Khaldun membagi ilmu-ilmu rasional atau ilmu filsafat dalam 4 macam yaitu :
a.       Logika yaitu ilmu untuk menghindari kesalahan dalam prosesn penyusunan fakta-faktayang ingin diketahui, yang berasal dari fakta-fakta yang sudah diketahui.
b.      Ilmu Alam yaitu ilmu yang mempelajari substansi elemental yang dapat dirasa dengan inderaseperti benda tambang, tumbuh-tumbuhan, dan binatang-binatang yang diciptakan, benda-benda angkasa gerakan alami dan jiwa yang merupakan asal dari gerakan lainnya.
c.       Metafisika yaitu pengkajian yang dilakukan terhadap perkara-perkara diluar alam yaitu hal-hal yang sifatnya rohani.
d.      Matematika yaitu ilmu yang mencakup 4 ilmu pengetahuan yaitu ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu music dan astronomi.[3]

C.    Hubungan Ilmu Agama dan Ilmu Rasional menurut Ibnu Khaldun
Sejak awal tercatat bahwa manusia telah menyaksikan antagonism antara agama dan berpikir bebas. Seringkali disebut dengan sangat sulit, bahkan barangkali mustahil bagi seseorang untuk taat yang sama menjadi seseorang pemikir bebas atau rasionalis. Menurut Benn bahwa rasionalisme adalah kritik musuh dogma teologis, bahwa kebiasaan mental menggunakan akal untuk menghancurkan keyakinan keagamaan.
Menurut beberapa penulis, bahwa Ibnu Khaldun adalah pengikut al-Ghazali, dan menurut sebagian bahwa Ibnu Khaldun merupakan pengikut dari Ibnu Rasyid. Namun sebagian yang lain neranggapan bahwa Ibnu Khaldun adalah pengikut keduannya. Ibnu Khaldun mengambil dari Al-Ghazali pada pemusuhannya terhadap logika Aristoteles, dan pada saat yang sama mengambil sikap-sikap baik Ibnu Rasyid terhadap Massa. Dengan dua kombinasi yang unik Ibnu Khaldun membangun teorinya yang sangat modern, sebagaiman yang diakui pleh Barnes dan kawan-kawannya.
Logika Aristoteles yang dikemukan oleh al-Ghazali tidak berguna dalam urusan agama serta urusan duniawi, dan Ibnu Rasyid berpendapat bahwa seseorang berhak mencari logika baru atau yang lebih untuk memahami kenyataan. Ibnu Khaldun telah meletakkan akal dan kepercayaan pada tempat yang seharusnya. Dengan begitu tidak beralasan bila ia telah terperangkap dalam tasawuf.
Ibnu Khaldun tidak begitu memperhatikan kebenaran dalam artian metafisis dan religious, karena ini hanya dapat ditemukan oleh para nabi dan mereka yang mempunyai kekuatan dalam intuisi. Ibnu khaldun hanya memusatkan perhatiannya kepada kebenaran sejarah, yang dapat ditemukan dengan ilmu pengetahuan.
Menurut ibnu khaldun agama harus dibatasi pada hati karena pikiran tidak dapat berbuat apapun terhadapnya. Ia membedakan antar islam dan agama lainnya. Islam berbeda karena intuisi jihadnya, yang dengan tegas memerintahkan pengikutnya agar memahami perang terhadap kelompok lainnya, menyerang mereka dan membuat mereka memeluk agama Allah. Bagi Ibnu Khaldun semua agama selain Islam dipraktekkan didalam komunitasnya sendiri, bukan untuk dianut oleh agama lain.
Ibnu Khaldun percaya bahwa al-Quran dimaksudkan untuk diaplikasikan terbatas dalam hidup keagamaan dimana orang-orang yang saleh menyerahkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah, tetapi begitu manusia keluar dari tempat pengabiannya dan menjadi anggota yang aktif dalam masyarakat dengan serta merta dia harus mengikuti logika realistiknya.
Akan tetapi menurut Ibnu Khaldun bahwa yang berkaitan dengan masalah-masalah keimanan serta keyakinan itu tidak dapat dibuktikan kecuali melalui suatu syariat atau dalili-dali naqli. Sebab akal berbeda dengan syariat dan teori-teorinya, sedangkan argumen rasional yang dibangun mutakallimin bukanlah mencari kebenaran yang tidak diketahui sebelumnya seperti cara-cara yang dilakukan filsafat, melainkan argumentasi rasional tersebut dimaksud untuk memperkuat keimanan dan keyakinan. Dengan demikian menunjukan bahwa posisi dalil naqli lebih tinggi dibandingkan argument-argument rasional.[4]





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Abdurrahman bin Khaldun Al-Hadlrami dilahirkan di Tunis, pada tahun 1332 dan wafat di Kairo pada tahun 1406. Dan berasaldari keluarga keturunan Andalusia dari daerah Selatan Mesir, yang sebelumnya mendarat di Afrika Utara. Ayahnya seorang sastrawan yang bernama Abu Abdullah Muhammad yang wafat pada 749H/1349M akibat wabah pes yang melanda Afrika Utara.
Ibnu Khaldun yang sangat dikenal sebagai bapak sosiologi dan menjadi rujukan para sosiolog barat dengan beberapa karyanya. Salah satu tulisannya yang sangat monumental adalah Muqaddimah didalamnya membahas berbagai ilmu pengetahuan dari sejarah, agama, Negara, masyarakat dan lainnya.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Rasional memiliki hubungan dengan ilmu Agama karena argumen rasionl yang dibangun mutakallimin bukanlah mencari kebenaran yang tidak diketahui sebelumnya seperti cara-cara yang dilakukan filsafat, melainkan argumentasi rasional tersebut dimaksud untuk memperkuat keimanan dan keyakinan.








DAFTAR PUSTAKA
Farihah, Irzum. 2014. Agama Menurut Ibnu Khaldun, dalam Jurnal Fikrah,Vol.2, No 1
Haryati Mutty, dkk. 2017.Sejarah Klasifikasi Ilmu-Ilmu Keislaman dan Perkembangan dalam Ilmu Pengetahuan, dalam jurnal Pustakaloka, Vol.9, No.1
Khaldun, Ibnu. 1982. Muqaddimah Ibnu Khaldun diterjemahkan dalam bahasa Indonesia                                     oleh Ismail Yakub. Cetakan pertama. Jakarta:CV Faizan.


[1] Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Ismail Yakub, (Jakarta:CV Faizan), hlm. 1-3
[2] Irzum Farihah,Agama Menurut Ibnu Khaldun, vol.2, hlm. 189-191
[3] Mutty Hariyati, dkk, Sejarah Klasifikasi Ilmu-Ilmu Keislaman dan Perkembangannya dalam ilmu Pengetahuan, (Pustakaloka, Vol.9, No. 1, 2017), hlm. 155-156
[4] Irzum Farihah,Agama Menurut Ibnu Khaldun, vol.2, hlm. 201-203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar